Jumat, 30 Oktober 2009

Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sain dan Matematika

Bagi sebagian besar pendidik istilah konstruktivisme bisa dianggap hal biasa namun ada juga yang mungkin masih menganggap sebagai sesuatu yang asing. Walaupun demikian, istilah ini sering dikaitkan dengan pembelajaran. Prinsip utama pembelajaran konstruktivis adalah pembelajar membangun (construct) pemahaman mereka sendiri terhadap dunia sekitar. Pemahaman itulah yang kemudian membentuk pengetahuan mereka sendiri tentang dunia
sekitar. Hampir semua teori pembelajaran memiliki beberapa dampak di luar dari lingkup pembelajaran itu sendiri. Hal ini juga terjadi saat mengimplementasi pandangan konstruktivis dalam pembelajaran, yang nantinya akan mempengaruhi pengajaran, praktek kegiatan di kelas juga perilaku siswa . Von Glaserfeld (1993) menyebutkan konstruktivisme sebagai teori untuk mengetahui dan bukan teori tentang pengetahuan. Dari pandangan ini kita bisa dengan mudah melihat bagaimana sebenarnya konstruktivisme dipandang sebagai satu perspektif atau lensa dalam memahami dan mengetahui dunia sekitar yaitu dengan cara setiap individu harus merekonstruksi realita, pengetahuan dan pembelajaran yang ada disekitarnya (lihat von Glaserfeld, 1993 untuk isu-isu filosofis mengenai konstruktifisme). Lalu bagaimana
implikasi konstruktivisme bila diterapkan dalam latar pendidikan seperti kelas pada umumnya ? Konstruktivisme dalam Matematika dan IPA...Sebuah Kontradiksi ? Prinsip pendekatan konstruktivisme pada pengetahuan atau pembelajaran seolah-olah bertentangan dengan bidang ilmu matematika dan sain. Kedua bidang ini menempatkan pengetahuan sebagai deretan fakta, prinsip, teori dan hukum. Dalam ilmu sastra, adalah sesuatu yang bisa diterima bila pembaca
merekonstruksi pemahaman mereka sendiri terhadap karya-karya William Shakespeare atau Maya Angelou, karena pembaca sedang melakukan interpretasi terhadap hasil karya dan maksud dari pengarang tersebut. Namun, interpretasi dua ditambah dua akan selalu sama hasilnya, yaitu empat. Permasalahan muncul bila logika pemikiran di atas diterapkan pada ilmu matematika dan sain.Konstruktivisme dalam hal ini bukan untuk menyangsikan interpretasi dari hasil aritmetika sederhana atau prinsip gravitasi. Namun, konstruktivisme disini berarti bahwa setiap orang akan sampai pada kesimpulan dan konsep sendiri. Konsep-konsep dari setiap individu ini -walaupun tidak selalu sejalan dengan kebenaran dalam suatu bidang ilmu - tetap dihargai secara pribadi. Keyakinan bahwa dunia itu datar dapat menjadi salah satu contoh. Pada jamannya keyakinan ini dapat diterima, tetapi tidak untuk saat ini. Kelompok ilmu pengetahuan termasuk matematika dan sain selalu mengalami perubahan. Apa yang telah diakui dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan merupakan pengembangan logis dari konvensi-konvensi yang ada atau merupakan cara terbaik untuk memunculkan pemikiran baru dari suatu situasi karena pada saat itu cara tersebut adalah cara paling efektif yang berkaitan dengan situasi tersebut. Faktanya pandangan konstruktivis tidak mengenal adanya kebenaran tunggal. Jika
tidak demikian, maka apa yang lama (tradisional) dianggap sebagai sesuatu yang ’benar’ akan tetap demikian seterusnya.Dasar-dasar Konstruktivisme Penggunaan istilah konstruktivisme dapat menjadi sesuatu yang ambigu karena ada beberapa bentuk konstruktivisme yang dijelaskan dalam beberapa bahan rujukan profesional. Good, Wandarsee dan St. Julien (1993) memberikan lima belas bentuk kata sifat yang diletakkan di depan kata konstruktivisme untuk menjelaskan artinya : kontekstual, dialektis, empiris, humanis, proses-informasi, metodologis, moderat, ala Piaget, post-epistemologis, pragmatis, radikal, rasional, realistis, sosial, sosio-historis (hal. 74). Beberapa dari istilah ini memiliki kesamaan sekaligus perbedaan dalam beberapa hal, namun semuanya memiliki ciri yang menarik untuk dijelaskan. Semua bentuk konstruktivisme memasukkan ide atau keyakinan tentang pengetahuan yang dibangun secara individu.Konstruktivisme lemah, menurut gambaran Paul Ernest (1996) berasumsi bahwa setiap individu membangun pengetahuan mereka sendiri ( keyakinan lokal), sekaligus menerima keberadaan dari pengetahuan obyektif (keyakinan
global). Konstruktivisme radikal berasumsi bahwa pengetahuan individu selalu berubah atau mengalami evaluasi kembali secara konstan melalui adaptasi dan perkembangan bertahap. Menurut pandangan ini, karakteristik pemikiran adalah pengetahuan yang selalu dipermasalahkan. Terakhir, konstruktivisme sosial mendasarkan asumsi bahwa
pengetahuan individu dan pengetahuan sosial merupakan satu kesatuan. Dengan kata lain, pengetahuan yang dibangun individu adalah pengetahuan yang dibangun bersama masyarakat. Hal ini menimbulkan sebuah metafora yang ”terbagi” dari pengetahuan dan ’konstruksi sosial dari makna’ (Ernest,1996, hal.343). Konstruktivisme di Dalam Kelas Berbagai bentuk kontruktivisme menghadirkan implikasi berbeda saat dikaitkan
dengan sisi pedagogik. Namun dalam hal ini ada beberapa persamaan. Menurut Paul Ernest (1996) bentuk-bentukkonstruktivisme yang disebutkan di atas semuanya mengarah pada implikasi pedagogik berikut ini : Kemampuan untukmemahami dan memberi perhatian pada konstruksi-konstruksi pengetahuan awal dari pembelajar. Hal in meliputi penggunaan konsep-konsep awal siswa, pengetahuan informal dan pengetahuan awal untuk dijadikan pijakan
Penggunaan teknik-teknik konflik kognitif dalam menyelesaikan kesalahan pemahaman konsep. Keterlibatan siswa dalam kegiatan seperti ini akan memberi kesempatan pada siswa untuk mengaktifkan pemikiran mereka sendiri. Melalui konflik ini mereka juga akan mengembangkan makna atau arti yang dibangun dari pemikiran mereka sendiri atau setidaknya mencari penyelesaian dari suatu konflik.Memberi perhatian pada metakognisi dan regulasi diri yang bersifat strategis. Hal ini berkaitan dengan saran sebelumnya di mana siswa berpikir tentang pemikiran mereka dan bertanggung jawab atas pembelajaran yang telah dilakukan.Menggunakan representasi atau penggambaran ganda. Dalam IPA dan
terutama matematika, representasi atau penggambaran ganda memberikan lebih banyak kemungkinan cara untuk mencapai sesuatu yang bisa mengaitkan dengan konsep-konsep terdahulu dari siswa Kesadaran akan pentingnya tujuan untuk para siswa/pembelajar. Kesadaran ini merujuk pada perbedaan antara tujuan siswa/pembelajar dan tujuan
guru, dan kebutuhan dari pembelajar untuk memahami serta nilai dari tujuan yang dimaksudkan.Kesadaran akan pentingnya konteks sosial. Berbagai jenis pengetahuan terjadi dalam berbagai macam latar sosial, sebagai contoh adalah pengetahuan informal (pengetahuan dari jalanan) dengan pengetahuan formal (pengetahuan dari sekolah) (hal.346)Sebagai tambahan dari saran-saran yang diberikan oleh Ernest, Brooks dan Brooks (1999) memberikan lima prinsip petunjuk dari konstruktivisme yang dapat diaplikasi di dalam kelas.
  1. Prinsip pertama adalah memberikan permasalahan yang relevan dengan siswa. Fokus pada apa yang menarik bagi siswa dan penggunaan pengetahuan awal atau sebelumnya sebagai titik awal. Hal ini dapat membantu siswa untuk lebih termotivasi dan terlibat dalam belajar. Pertanyaan-pertanyaan relevan yang ditujukan kepada siswa akan memaksa para siswa untuk mempertimbangkan dan mempertanyakan pemikiran serta konsep mereka.
  2. Prinsip arahan selanjutnya adalahmengorganisasi pembelajaran pada konsep-konsep utama. Hal ini merujuk pada perancangan pelajaran pada ide dankonsep utama daripada memberikan kepada siswa topik-topik terpisah dan tanpa kesamaan yang mungkin atau tidak saling berkaitan. ”Penggunaan konsep-konsep yang luas mengundang tiap siswa untuk berpartisipasi tanpa memperhatikan perbedaan gaya individu, temperamen dan karakter (hal.58)
  3. Prinsip ketiga adalah mencari dan menilai sudut pandang siswa. Prinsip ini memberikan keleluasaan pada proses berpikir dan kemampuan berpikir bagi siswa. Hal ini juga dapat menantang siswa untuk membuat proses pembelajaran lebih bermakna. Untuk mencapai hal ini, guruharus memiliki kemauan untuk mendengarkan siswa dan menyediakan kesempatan agar hal ini bisa terjadi dikelas.
  4. Mengadaptasi kurikulum sesuai dengan keyakinan-keyakinan yang dimiliki siswa merupakan prinsip keempat. Adaptasi tugas-tugas kurikulum yang berkaitan dengan keyakinan-keyakinan siswa merupakan tujuan dari tuntutan kognitif yang tersirat dalam tugas-tugas khusus (di kurikulum) dan ciri dari pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh siswa yang terlibat dalam tugas-tugas tersebut.
  5. Prinsip terakhir adalah menilai pembelajaran siswa dalam konteks pengajaran. Hal ini merujuk pada ketidakterkaitan yang lama ada antara konteks pembelajaran dengan penilaian (assesment). Penilaian otentik dapat dilakukan dengan baik melalui pengajaran; interaksi siswa dengan guru, siswadengan siswa serta mengobservasi siswa dalam tugas-tugas yang bermakna.
Brooks dan Brooks (1999) memberikan prinsip-prinsip arahan ini sebagai tema yang melingkupi berbagai macam latar pendidikan sehingga sesuai dengan prinsip pembelajaran konstruktivis. Mereka juga mengidentifikasi dua belas ciri yang dilakukan oleh guru agar bisa disebut sebagai guru konstruktivis. Hal ini berlaku untuk semua mata pelajaran dan latar akademik.Seorang gurukonstruktivis ....... memberikan dukungan dan menerima otonomi dan inisiatif siswamenggunakan data mentah dan sumber-sumber utama bersama dengan materi yang bersifat manipulatif, interaktif dan fisikmenggunakan istilah kognitif seperti ”mengklasifikasi”, menganalisa”, memprediksi” dan ’menciptakan’ saat mendesain tugas-tugasmemberikan kesempatan pada tanggapan siswa untuk mengontrol sendiri pelajarannya, melakukan variasi strategi pengajaran dan mengubah isi.menanyakan pemahaman siswa terhadap konsep sebelum membagi pemahaman tentang konsep tersebut.memberi dukungan pada siswa untuk terlibat dalam dialog baik dengan guru maupun sesama teman.memberi dukungan pada kemampuan siswa untuk bertanya/menanyakan informasi dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan terbuka dan kritis serta memberikan dukungan pada siswa untuk saling bertanya.mencari pengayaan dari tanggapan awal siswamelibatkan siswa dalam pengalaman-pengalaman yang dapat
menimbulkan kontradiksi terhadap hipotesa awal mereka sehingga terjadi diskusi.memberikan jeda waktu setelah memberikan pertanyaan-pertanyaanmemberikan waktu bagi siswa untuk membangun suatu hubungan antara apa yang dipelajari dan menciptakan metaforamenumbuhkan keingin- tahuan siswa melalui penggunaan model siklus pembelajaranPara guru yang mengikuti pandangan kontrukstivis dalam proses pembelajaran di kelasnya, diharapkan dapat membandingkan apa yang telah dilakukan di kelas dengan poin-poin di atas. Daftar di atas merupakan indikator dari keterkaitan antara teori dengan praktek .

WORKSHOP KTSP

Madrasah Aliyah Ma'arif Bangil